Tugas Penilitian Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (ISBD)
“Kehidupan Anak-anak
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Di Malaysia”
A.
Alasan saya
memilih tema mengenai TKI
Sebelumnya
saya sudah pernah berfikir untuk menuliskan tentang pengalaman saya sebagai
anak TKI, dimana masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui keberadaan TKI
di Malaysia. Dan saya bertujuan menulis tentang hal ini untuk memperluas lagi pengetahuan mereka. Tetapi
pada waktu itu hal ini hanya sebuah fikiran
yang tidak pernah saya tuangkan. Setiap saya ingin mulai menulis ada saja
penghambat yang membuat ide-ide di kepala saya tidak dapat saya ungkapkan mungkin
karena kemahuan yang tidak sungguh-sungguh dan hal itu tidak didorong oleh
sesiapa.
Kemudian
ketika saya berkuliah di Universitas Respati Yogyakarta, secara kebetulan saya
mengambil jurusan sastra. Di semester satu saya mempelajari mata kuliah Ilmu
Sosial Dan Budaya Dasar yang mana dosennya mengharuskan untuk menulis sembari
memberi motivasi dari gaya bahasa yang mungkin orang lain menganggap itu hanya
perkara biasa. Bagi saya setiap kata ke kata yang beliau ucapkan cukup
mengesankan. Suatu hari beliau memberi tugas untuk menulis etnografi.
Sebenarnya saya bukanlah orang yang cerdas untuk
menangkap apa yang disampaikan seseorang, dengan waktu yang diberikan cukup
singkat saya harus menentukan tema pada waktu itu juga. Saya pikir ingin
memilih sebuah tema yang cukup mudah tapi menarik. Untuk itu yang ada dibenak
saya hanya satu, kenapa tidak tentang perjalanan hidupku saja? Jadi, saya
mengambil tema dari pengalaman hidup saya sendiri untuk bercerita tentang hidup
saya sebagai anak TKI di Malaysia.
B. Bagaimana pengalaman saya sebagai anak TKI di
Malaysia?
Pada tahun 1980an
sebelum kelahiran saya, orangtua saya sudah merantau ke Malaysia dengan alasan
untuk mencari pekerjaan. Awal mulanya mereka tidak memiliki tempat tinggal yang
tetap, begitupula dengan pekerjaan mereka. Hingga akhirnya menetap di Kg.
Merotai Kecil, Tawau, Sabah, Malaysia. Di Kg. Merotai Kecil inilah tempat saya dan beberapa saudara saya
dilahirkan dan membesar, bahkan sampai sekarang abang dan ibu saya masih
tinggal dan bekerja disana.
Orangtua saya bekerja sebagai
buruh sawit, begitupula dengan abang saya yang pada waktu itu masih berumur 15
tahun sudah menjadi pekerja tetap di ladang sawit. Dia harus memalsukan tarikh
lahirnya lebih tua beberapa tahun agar bisa diterima bekerja di ladang tersebut
tepatnya di ladang Merotai Kecil. Dengan gaji yang lumayan sesuai dengan tenaga
kerjanya yang sudah terkuras. Dimana setiap jam 5 subuh mereka harus bangun
untuk berkumpul di sebuah gedung khusus (dewan) untuk mengisi absensi. Mereka
mulai berangkat kerja dari jam 06:30 pagi s.d selesai. Meskipun terkena
teriknya panas matahari maupun ditimpa derasnya hujan tetap saja mereka
kerjakan untuk menghidupi keluarga dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setiap
hari ibu, bapak, dan semua abang saya sibuk dengan kerjanya, sedangkan saya dan
kakak saya Jamilah dititipkan ditempat khusus untuk penitipan anak-anak yang
ibu bapaknya bekerja dan tidak ada satupun yang menjaga mereka dirumahnya.
Tempat itu sering disebut “Kandang Budak”, mungkin nama itu terdengar agak
kasar tapi pada hakikatnya tempat itu sering disebut demikian. Awalnya kami
merasa nyaman-nyaman saja tetapi lama-kelamaan kami tidak betah dihantar ke
tempat itu, sayapun mengungkapkan ketidaknyamanan itu kepada keluarga. Mereka
memberi pilihan, mau tetap ke tempat itu atau ikut membantu bekerja ke
perkebunan sawit(blok)? Saya dan kakak lebih memilih untuk ikut bekerja.
Awal
pagi ibu sudah menyiapkan bekal dan 2 botol air yang memuat 1 liter perbotolnya
untuk makan siang kami, karena blok terletak begitu jauh dari rumah. Kami
berangkat menggunakan sepeda motor dan bapak pula menaiki sepeda sampai ke
blok. Kami sangat bersyukur karena bisa membeli 1 sepeda motor untuk lebih
memudahkan berangkat kerja, karena orang lain yang masih belum memiliki sepeda
motor itu harus menunggu truk untuk berangkat kerja. Begitupula ketika kerja
selesai lebih awal pasti waktu pulang mereka terundur untuk menunggu truk lagi.
Sesampainya
di blok langsung saja kami mulai bekerja. Jadi setiap orang masing-masing
mendapatkan jatah untuk hari-harinya blok berapa yang harus dikerjakan. Dalam 1
blok itu pula ada beberapa jalan, dan 1 jalan itu terdapat beberapa pohon
sawit. 1 blok itu tidak harus selesai untuk hari itu juga, tetapi kebanyakan
orang menargetkan blok yang diberikan habis pada hari itu juga. Sehingga tidak
heran jika ada yang sampai malam di blok.
Untuk
bekerja sawit ini juga perlu alat-alat khusus seperti kait, kancok, kapak,
loding, guni, gerobak dan parang. Jadi semuanya ada fungsinya masing-masing
kapan digunakan dan bagaimana cara penggunaannya. Mereka membagi kerjanya
masing-masing. Bapak sebagai tukang kait buah tandan, jadi buah sawit yang
sudah masak wajib untuk dikait/dijatuhkan dari pohonnya. Ketika buah itu jatuh
kebawah otomatis beberapa dari biji sawit akan berhamburan, inilah fungsinya
guni. Aku, kk Mila, dan bang Jamil membantu bang Herman untuk memasukkan
biji-biji sawit yang berhamburan itu kedalam guni. Ketika sudah penuh terisi
guni yang berisi biji itu di angkat atau ditarik ke luar jalan. Jadi dalam 1 jalan itu terkadang dapat 2
atau 3 guni, sedangkan perkiraannya 1 karung itu terhitung RM 1.00. Tandan yang
tadimasih abang halim sebagai tukang angkat buah tandan menggunakan alat kanco
untuk mengangkat tandan ke dalam gerobak lalu dibawa keluar blok tepatnya
disamping jalan. Jadi dibagian tandan sedikit dipotong kemudian dituliskan
nomer blok menggunakan pensil atau bisa juga menggunakan biji, yang penting
tulisan dapat terbaca jelas. Lalu nanti akan ada lagi pekerja khusus yang akan
mengangkat biji itu untuk dibawa ke pabrik sawit.
Company juga menyiapkan fasilitas rumah
sakit khusus ketika ada keluarga TKI yang sakit, dengan syarat harus ada
jaminan atau bekerja di company tersebut.
Tetapi hanya untuk sakit yang sederhana, ketika sakit seperti ibu yang ingin
melahirkan, atau ada sakit tertentu sehingga harus di operasi itu menggunakan
uang pribadi. Jadi tidak heran ketika ada seorang anak yang terlambat membuat
surat lahir (akta kelahiran) atau bisa dikatakan daftar lewat. Itu karena orang
tuanya tidak mampu untuk membayar biaya untuk bersalin karena nialainya cukup
tinggi dan mereka lebih memilih melahirkan dirumah. Sedangkan persyaratan
ketika ingin membuat surat lahir tersebut harus melahirkan di rumah sakit.
Tetapi ketika cedera atau kecelakaan kritis dikarena proses kerja di ladang itu
berbeda lagi. Waktu itu sebelum bapak saya diberhentikan kerja, matanya
kemasukan duri biji sawit yang dia jatuhkan lalu terkena tepat di bola mata
kanannya sehingga mengakibtkan buta. Pada waktu kejadian itu juga beliau
dihantar ke rumah sakit daerah di Hospital Tawau. Biaya operasi dan lainnya di
tanggung oleh company.
Pada waktu itu
saya sangat sulit untuk bersekokah. Saya ingin memasuki sekolah kebangsaan (SK)
disana untuk mengikuti pelajaran dikarenakan kendala-kendala dan kesulitan di
identitas. Saya harus berbohong dan mendapatkan seorang bapak angkat yang
memiliki IC (Identity Card) agar bisa menjamin saya untuk masuk ke sekolah kebangsaan.
Meskipun begitu, oleh karena sekolah tersebut berada di kampung tempat saya
tinggal jadi tidak heran jika beberapa diantara guru mengetahui asal usul orang
tua saya. beberapa minggu proses pendaftaran dan pelajaran untuk semester awal
sudah dimulai baru saya diterima menjadi murid di sekolah kebangsaan tersebut
tepatnya di Sekolah Kebangsaan Merotai Kecil, Tawau, Sabah, Malaysia.
Dalam proses
belajar ada beberapa guru yang tidak bisa menerima dan memaksa saya untuk
mengakui bahwa saya adalah keturunan Indonesia. Tetapi saya ingat pasti dengan
pesan orang tua saya “kalau ditanya, jangan mau mengaku karena kau pasti akan
diberhentikan sekolah ketika mereka tau”. Saya dianggap tidak sopan dengan
kebohongan saya yang sebenarnya sudah mereka tahu kebenarannya, sehingga
guru-guru itu mungkin sudah lelah untuk bertanya hal yang sama. Sebagian dari
mereka pula yang mengetahui hal itu, menerima dan sangat mendukung untuk
kelanjutan sekolah saya dan kakak saya yang sudah 2 tahun lebih awal bersekolah
di sekolah tersebut. Apalagi setelah mereka tahu bahwa kami adalah saudara dari
seorang murid yang cerdas lulusan dari sekolah itu, yaitu Herman. Mereka bahkan
memotivasi kami untuk tetap semangat belajar dan tetapterus bersekolah, karena
mereka tidak ingin kami senasib dengan abang Herman yang harus berhenti sekolah
karena ekonomi keluarga yang tidak mendukung. Namun setelah saya menyelesaikan
sekolah saya selama 1 tahun, saya dan kakak saya tidak bierkesempatan lagi
untuk melanjutkan sekolah di situ.
Menjadi anak TKI mungkin sebagian dari mereka merasa
biasa saja, tetapi bagi saya hal ini sangat memprihatinkan bilamana anak TKI
tidak dapat menghirup udara segar dari negara mereka sendiri. Apalagi sangat
kurangnya pengetahuan tentang negara maupun budaya yang mana orang tuanya
sendiri juga sebagian sudah tidak mengenal budaya mereka sendiri. Sebagian dari
anak-anak TKI lahir di Malaysia, termasuk saya sendiri yang tidak pernah sama
sekali pulang ke kampung halaman orang tua. Yang saya tahu hanya orang tua saya
berasal dari Makassar, dan selebihnya saya sudah tidak tahu menahu.
C.
Seperti apa refleksi menjadi
bangsa Indonesia?
Diketahui bahwa
Malaysia adalah negara yang lebih maju daripada negara kita sendiri yaitu
Indonesia. Akan tetapi nasionalisme Indonesia diakui lebih kokoh apabila
dibandingkan dengan nasionalisme Malaysia. Kokohnya nasionalisme tersebut dapat
dilihat dari berbagai aspek, salah satunya yaitu dari cara orang Indonesia
menyambut hari kemerdekaan yang banyak melakukan kegiatan seperti lomba-lomba
baik dari tingkat desa, kecamatan bahkan kota. Sedangkan Malaysia, ketika
menyambut hari kemerdekaan memang mengadakan acara serta berbagai lomba tetapi mengadakannya perdaerah
tidak pada setiap desa.
Meskipun tidak
berada di negara sendiri, TKI yang berada disana juga tidak ketinggalan dalam
hal nasionalisme. Ketika tiba hari kemerdekaan Indoesia, sebagian besar company tidak memberikan libur kepada
TKI sehingga mereka tidak bisa menghadiri acara peringatan kemerdekaan
tersebut. Tetapi, sebagian dari mereka rela meninggalkan pekerjaan dan dengan
semangat untuk menghadiri acara pengibaran bendera yang diadakan di Konsulat
Republik Indonesia di Masing-masing kota. Dan pihak konsulat juga sudah menyiapkan
acara yang sangat baik. Sebulan sebelum hari kemerdekaan pihak konsulat
menyiapkam pasukan pengibar bendera yang mana itu dari anak-anak TKI, dan
mereka pula dilatih oleh pihak konsulat itu sendiri. Setelah diadakan
pengibaran bendera peserta di beri kupon dan lain sebagainya. Kemudian khusus
untuk semua peserta mengambil nomor cabutan bertuah dan telah disiapkan
hadiahnya sesuai dengan apa yang disenangi oleh ibu/bapak TKI yaitu seperti
alat-alat dapur dan lain sebagainya.
Namun, penjelasan
di atas adalah sisi positif dari pandangan mereka. Di sisi lain mereka
beranggapan bahwa masih kurangnya kepedulian pemerintah terhadap bangsanya.
Tidak hanya dengan TKI yang ada di luar Indonesia tetapi juga yang berada di
tanah yang luhur ini. Pihak pemerintah tidak melakukan tidakan yang tegas
dengan banyaknya hal yang terjadi yang sebenarnya bisa merusak warga dalam
berbangsa. Mereka sangat prihatin terhadap kurangnya rasa sadar pemerintah
dalam penataan bangsa kita.
D.
Bagaimana kesan orang Malaysia tentang
imigran Indonesia?
Sebenarnya
Indonesia adalah negara yang cukup kaya, jika dilihat dari luas permukaannya
dan lain sebagainya. Tetapi pandangan orang-orang Malaysia lebih jaya dan
banyak orang menganggap bahwa Indonesia lebih terpuruk secara ekonomi. Karena
itu, banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) pasca 1990-an atau bahkan 1980-an yang
merantau ke Malaysia untuk mencari kerja ke Malaysia, baik secara legal maupun
ilegal. Kondisi itu memberi
kesan pada Malaysia bahwa Indonesia adalah negara miskin dan pengimpor tenaga
kerja yang kasar. Mereka ini di anggap sebagai obyek penderita. Bagi
orang-orang Malaysia kenapa Indonesia itu susah untuk menjadi negara maju
dikarenakan masih saja terjadi penjajahan. Dalam artian penjajahan yang
berbentuk ekonomi, politik dan lain sebagainya.
Mereka memandang bahwa pemerintah Indonesia ini masih kurang rasa peduli terhadap rakyatnya
karena sampai sekarang tidak pernah mencari jalan keluar bagaimana menghentikan
ekspor TKI sebagai tenaga kasar itu. Namun pada hakikatnnya mereka juga tidak memandang
sebelah mata terhadap TKI, karena dari TKI-lah pendapatan devisa negara meningkat
dan cukup besar. Sangat menonjol sekali
bahwa imigran para TKI semata-mata dengan alasan memperbaiki ekonomi mereka.
Sebuah fakta ini sangat menyedihkan. Mereka menanggapi hal ini bahwa pemerintah
Indonesia belum mampu memberi kenyamanan dan memakmurkan rakyatnya.
Orang-orang Malaysia
mengakui dan banyak yang senang dengan hasil dari kerjaan orang Indonesia.
Mereka juga mengatakan bahwa pekerja asal Indonesia itu pekerjaan apa saja yang
diberika mau menerima dan sangat rajin dan cetakan. Mereka mengakui bahwa
pekerja dari Malaysia sendiri
tidak seberani pekerja asal Indonesia dan mereka tidak mau bekerja pekerjaan yang kasar meskipun lapangan pekerjaan seperti di
perkebunan sangat membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
E. Bagaimana pandangan hidup TKI tentang kehidupan berbangsa
dan bernegara?
TKI (Tenaga Kerja Indonesia) mayoritasnya tinggal di
ladang yang jauh dari perkotaan dan bekerja sebagai buruh sawit. Mereka
disediakan rumah sebagai tempat tinggal untuk mereka selama bekerja di
company/perusahaan, tenaga kerja Indonesia yang berada di daerah Tawau Sabah
malaysia diberi jaminan passport. Jaminan Passport itu hanya untuk yang
berkerja sahaja sedangkan untuk anak-anak tenaga kerja Indonesia tidak memiliki
dokumen pengenalan sama sekali, jika ingin mendapatkan dokumen mereka harus
membayar visa dengan sejumlah besar uang. Sebagian besar anak TKI tidak
memiliki dokumen baik itu berupa passport maupun document pengenalan diri dari
Indonesia.
Sering merasa tidak bebas karena bagi yang tidak
punya identitas seperti passport itu susah untuk bergerak kemana-mana.
Misalnya, ketika mereka ingin ke kota tapi dalam perjalanan ada check in dan didapati tidak memiliki
passport maka mereka akan di tangkap dan dibawa ke penampungan layaknya seperti penjara. Minimal
waktu mereka di penampungan tersebut 3 bulan kemudia mereka akan dikembalikan
ke negara asalnya. Tapi yang sering terjadi, setelah mereka dikembalikan ke
Indonesia tentunya di provinsi terdekat mau tidak mau mereka akan tetap mencari
cara untuk kembali ke Malaysia karena keluarga mereka berada di sana.
TKI hanya
sedikit yang bekerja di sektor terhormat, tetapi mereka yang
bekerja di kebun sawit, dan di kilang (pabrik plywood, minyak dll) tidak sekedar
melihat tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan kerja melainkan
untuk slalu jujur. Meskipun begitu dengan kejujuran tetap saja mereka
mendapatkan diskriminasi, dan untuk itu mereka hanya bisa bersabar atas sadar
mereka hanya menumpang di negri orang dan anda tidak bisa menuntut apa-apa dari segi hukum.
F.
Konflik apa saja
yang muncul dan terjadi disana?
Selama terjadi
pengeksporan TKI ke Malaysia, selama itu pula masalah tidak akan berpenghujung.
Dan diketahui bahwa perlindungan terhadap warga negara Indonesia atau TKI ini
masih sangat lemah. Akibat lemahnya perlindungan tersebut wajarlah jika
kasus-kasus yang terjadi di sana belum bisa ditangani dengan baik. Penyelesaian
terhadap setiap masalah tidak pernah mendapatkan hasil yang baik karena walau
bagaimanapun tetap saja TKI yang mendapat kerugian karena mereka tetap menjadi
pihak terlemah.
Sampai dengan
saat ini kasus-kasus terhadap TKI masih saja berkepanjangan dan tidak
berkesudahan. Adapun kasus-kasus yang
terjadi di sana yaitu terjadinya pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, kekerasan
dan lain sebagainya. TKI cukup tersiksa dengan akibat tersebut. Hal ini
menunjukkan begitu sulitnya menjadi TKI dan hidup dengan ketidakadilan yang
tidak ada tindakan tegas terhadap undang-undang yang sudah ditetapkan.
G. Bagaimana pendidikan anak-anak TKI di malaysia?
Pada awalnya
pemerintah Malaysia memberikan jaminan yaitu berupa pendidikan bagi anak TKI
layaknya anak-anak warga negara Malaysia itu sendiri. Tapi pada tahun 2002
telah keluar undang-undang baru bahwasanya yang bukan warga negara Malaysia
tidak bisa bersekolah di Sekolah Kebangsaan mungkin karena banyaknya anak-anak
TKI. Mungkin salah satu faktornya adalah anak-anak TKI illegal yang tidak
memiliki dokumen resmi. Agar anak-anak yang sekian banyak jumlahnya ini dapat
bersekolah, lembaga sosial nonprofit Malaysia membangun Pusat Bimbingan Belajar
Humana child Aid Society dan mendapat
izin operasional dari pemerintah setempat.
Kondisi
anak-anak TKI yang ada di Malaysia ini sangat memprihatinkan karena kurangnya
pengetahuan tentang agama, kurangnya pengetahuan tentang adat dan budaya karena
kebudayaan mereka sudah mengakar pada kebudayaan Melayu. Karena rendahnya
motivasi belajar juga sehingga sebagian dari mereka hanya berfikir dan
memandang bagaimana kehidupan orangtuanya tanpa memikirkan bagaimana jadi lebih
baik dari itu. Jadi meskipun telah dibangun sekolah khusus itu tidak semuanya
anak-anak TKI menggunakan kesempatan baik yang diberikan. Sebagian dari mereka
lebih memilih untuk bekerja karena katanya jika bekerja akan menghasilkan uang
sedangkan bersekolah nantinya juga pasti tidak bisa melanjutkan pendidikan.
Karena mereka hanya memandang apa yang terjadi pada hari itu tanpa berfikir
jernih untuk masa depannya. Jadi mereka dari sejak berumur 4 tahun keatas itu
sudah ada yang masuk ke blok (area kerja sawit) meskipun itu adalah kerja yang
cukup berat, tapi mereka tidak peduli akan hal itu karena yang ada dipikiran
mereka adalah untuk memmbantu orang tua mereka.
H.
Apa upaya kemendikbud
dalam memberi akses pendidikan terhadap anak-anak TKI?
Pada tahun 2006 kemendikbud telah mengirim tenaga
pengajar ke Malaysia untuk akses pendidikan anak-anak TKI di sana. Namun karena
kurangnya tenaga pendidik dan fasilitas-fasilitas pendukung maka Kementerian
Pendidikan Nasional melalui Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan telah mengirim Pendidik Ke Pusat Bimbingan Humana, Comunity
Learning Centre (CLC) dan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. Dan sampai saat ini
masih tetap berlanjut. Kemendikbud juga berpesan agar para guru yang
diberangkatkan ke Malaysia tetap menjaga rasa nasionalisme dan kehormatan
bangsa Indonesia saat berada di negara lain.
Kemendikbud
mengirimkan tenaga pengajar ke Malaysia secara bertaha-tahap. Meskipun begitu
masih saja di daerah-daerah tertentu sangat kurang tenaga pengajarnya. Misalnya
seorang guru ditempatkan di suatu sekolah, maka guru tersebut harus mengajar
beberapa mata pelajaran. Dan adapula sekolah yang dibantu oleh tenaga pengajar
asli setempat.
I. Bagaimana kerjasama Indonesia dan Malaysia dalam
akses pendidikan anak TKI?
Malaysia dan Indonesia adalah jaringan
daganng budaya yang tidak bisa terpisahkan. Indonesia sebenarnya sangat penting
bagi Malaysia terutamanya dalam memberikan keseimbangan politik di Malaysia. Dengan adanya kerja sama pengiriman imigran ke
Malaysia dan sumber
tenaga yang bisa dibayar murah dan mereka cukup gigih. Begitupun Malaysia yang
juga cukup berperan penting terhadap Indonesia. Malaysia menjadi pengaman bagi
ekonomi Indonesia. Jika bukan karena Malaysia pengangguran secara besar-besaran
akan terjadi di Indonesia. Jadi, antara Indonesia dan Malaysia itu saling
membutuhkan.
Selain
kerjasama dalam tenaga kerja TKI Malaysia-Indonesia juga telah menjalin
kerjasama untuk memberikan akses pendidikan terhadapanak-anak TKI yang berada
di Malaysia. Kerjasama kedua negara ini menghasilkan kesepakatan yang
melibatkan lembaga pemerintah dan non pemerintah. Pemerintah Malaysia memberi
izin dan didirikannya Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) yang menjadi
sekolah inti dari berbagai cabang Comunity Learning Centre (CLC). Selain itu
SIKK juga memfasilitasi program paket A, B dan C dalam bentuk ujian nasional.
Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan pemerintah Indonesia juga mengirimkan tenaga pendidik yang
ditempatkan dibeberapa pusat bimbingan di sana. Dengan adanya kerjasama ini
maka pemerintahan terus meningkatkan pelayanan pendidikan untuk anak-anak TKI
di Malaysia.
Komentar
Posting Komentar